SALAH TAFSIR NASIONALISME


Apakah Anda merasa sebagai Nasionalis (orang Indonesia?) Sejak kapan Anda -merasa- memiliki dan menjadi orang Indonesia? Apa artinya Indonesia bagi Anda? Sebuah nama, sebuah tempat, sebuah wilayah? Sebuah ruh yang selalu hadir dalam setiap tarikan nafas, setiap tindak dan langkah sampai pula kita bawa ke liang lahat? Ataukah, Indonesia seperti yang tertera di KTP sebagai bukti kewarganegaraan?

Pertanyaan diatas menjadi sangat penting untuk segera dijawab karena kita memang membutuhkan kepastian jawaban. Namun, jawaban pertanyaan itu menjadi tidak mudah terutama jika kita melihat kondisi di berbagai propinsi di Indonesia.

Imajinasi ke-Indonesia-an, Nasionalisme, Patriotisme, Kebangsaan, ke-Indonesia-an sejatinya adalah hal yang abstrak. Ia memiliki banyak wajah, beragam rupa. Ia tak bisa diraba, tak ada wujud lahirnya.

Kendati demikian, Nasionalisme adalah suatu seleksi untuk apa saja yang diingat dan yang dilupakan. Indonesia sebagai suatu bangsa lahir melalui proses seleksi itu. Tak seorang pun yang tahu persis darimana sebenarnya Indonesia lahir. Namun bisa dikatakan bahwa batu pondasinya adalah hasil persenyawaan antara impian dan kepahitan serta kebutuhan untuk melupakan.

Kita teringat dengan keagungan Majapahit dan pada saat yang sama kita terlupa akan jaman “jahiliyah” pra - Indonesia, yakni sebuah jaman ketika kita masih belum melepaskan diri dari ikatan tradisi dan kesetiaan lokal dari kedaerahan.

Nasionalisme adalah sebagian dari impian kemajuan. Indonesia berdiri karena daya melupakan. Lupa pada ikatan lama setiap daerah, lupa kepada tradisi yang mengikat. Indonesia lahir bersama semangat modernitas yang ingin membebaskan.

  1. Yang dilupakan adalah tipisnya pertalian antar pelbagai komponen kebangsaan.
  2. Yang dilupakan adalah besarnya perbedaan latar belakang yang beraneka ragam.
  3. Yang dikehendaki adalah kebersamaan, --yang dalam retorika kaum nasionalis adalah persatuan.

“Durch Blut und Eisen”. Dulu, sumpah pemuda diucapkan ketika para pemuda yang datang dari daerah yang berbeda dan berjauhan itu ingin melupakan kedaerahan mereka dan menjadi satu bangsa dengan saling berjabat tangan. Tiba-tiba sekarang kita sadar, bahwa Indonesia tak lagi ada. Indonesia yang lahir dan berdiri dari jabat tangan dan sikap membuka diri telah hilang musnah dan berganti dengan Indonesia yang lahir dari tangan pemegang kekerasan. Indonesia tampak sebagai sebuah konstruksi yang dibangun dengan kekerasan dan kekotoran sikap.

Jadi, ngapain kita repot-repot berdebat mengaku diri Nasionalis, sementara pepatah mengatakan “Gajah didepan Mata kagak keliahatan, lha...ntu kuman diseberang lautan malah kelihatan....? Nggak sesuai dengan realita !!! (Andi Idrus. S)