DITENGAH KEBANGKITAN KEMBALI GERAKAN MASSA
Pasca tumbangnya Soeharto, demonstrasi dan gerakan perlawanan massa berlangsung spontan di mana-mana. Demonstrasi, bahkan sampai tingkat yang sangat keras, telah diterima sampai lapisan masyarakat terbawah. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk melancarkan perlawanan terorganisir, massa rakyat tetap mempercayai (barangkali sampai tingkat beriman) bahwa gerakan massa adalah cara terampuh agar hak-hak mereka dapat dipertahankan. Justru di tengah membaranya gerakan massa spontan di tengah berbagai lapisan massa rakyat, gerakan massa terorganisir justru mengalami pembusukan. Hampir semua organisasi massa besar, yang menjelang tumbangnya Soeharto mengambil peran yang penting, kini malah hancur berantakan. Satu persatu para pimpinan gerakan massa itu saling berselisih. Mulailah terjadi pemecatan-pemecatan, atau split di tengah berbagai organisasi.
Walau begitu carut-marutnya wajah gerakan massa terorganisir di negeri ini, hukum dialektika tidak dapat ditolak atau dihentikan. Di mana ada perpecahan, di situ juga akan lahir persatuan. Satu persatu, berbagai elemen rakyat kini menemukan satu elan baru, nafas baru, semangat baru untuk bersatu. Berbagai aliansi dibangun dengan menjadikan konsolidasi jangka panjang sebagai salah satu tiang pokoknya. Berbagai upaya unifikasi dikerjakan - sekalipun hasilnya beraneka ragam dan belum ada yang dapat dikatakan mencatat keberhasilan yang telak.
Elan baru inilah yang sayang sekali kalau sampai gagal lagi menghasilkan perubahan nasib bagi massa rakyat tertindas di negeri ini. Maka semangat ini harus dijaga. Bukan dengan mengobar-ngobarkannya terus-menerus, malah bisa cepat kehabisan bahan bakar. Namun dengan memberinya arah berjalan yang tepat. Sebuah kobar api yang terus bergerak dan bertambah besar karena ia bergerak sesuai sebuah koridor, sebuah lorong, yang telah dipancangkan sebelumnya.
Pelajaran yang telah kita dapat dari gerakan massa yang dahulu sanggup menumbangkan Soeharto, namun kemudian membusuk dengan sendirinya pasca Sang Jenderal Tersenyum, adalah: kita harus memiliki tujuan yang jelas, kongkrit, membumi, terpikir dengan rinci dan mencakup segala segi kemasyarakatan. Gerakan massa harus memiliki bayangan yang kongkrit, seperti apa masyarakat yang diinginkannya. Seperti cetak biru bagi sebuah gedung megah. Tentu saja di tengah pembangunan gedung itu, cetak biru itu akan mengalami perubahan di sana-sini. Tapi, tanpa cetak biru itu, musahil gedung itu akan berdiri.
Yang mau saya katakan adalah: gerakan massa harus memilih ideologinya. Sebuah gambaran jelas mengenai masa datang, sebuah mimpi yang akan diupayakan dan diperjuangkan melalui darah dan air mata. Darah dan air mata, toh tiap hari kita tumpahkan karena kita ditindas - mengapa tidak kita tumpahkan dalam perjuangan. Tanpa idelogi yang jelas, tanpa tata-berpikir dan tata gerak yang runtut dan rapi terjalin, gerakan massa akan terus terjebak dalam pertikaian-pertikaian remeh yang aneh itu.
Tapi, bukan sembarang ideologi yang dapat kita pilih, melainkan ideologi yang jelas berpihak pada massa rakyat pekerja - ideologi yang akan menempatkan buruh, tani, nelayan dan sektor-sekor miskin perkotaan menjadi para pengambil keputusan tertinggi di negeri ini. Bukan pengusaha, bukan tentara, bukan birokrat, bukan pula ulama, yang seharusnya memegang kekuasaan atas negeri ini. Tapi, demos kratein, kekuasaan massa rakyat, harus berarti rakyat jelatalah yang memegang kekuasaan tertinggi atas segala aspek ekonomi, sosial-politik dan budaya di negerinya sendiri.
Kemudian, perlunya memperkuat organisasi sektoral baik dari tingkat lokal sampai ke nasional. Kekuatan organisasi nasional (serikat buruh, serikat tani, serikat nelayan, yang didukung didalamnya dengan keseimbangan perempuan) sangatlah penting. Karena selain persatuan, agar gerak dan langgam kerja terstruktur dari tingkat kekuasaan terendah sampai kepusat. Artinya harus ada kepemimpinan secara politik yang dapat berhadap-hadapan dengan kekuasaan di tingkat level manapun. Termasuk mempersiapkan dirinya (baca : kader) untuk siap duduk dalam kekuasaan. Organisasi rakyat harus dijadikan ruang untuk belajar politik yaitu dimulai dalam merumuskan cita-cita yang akan di capai, belajar demokrasi dan belajar tentang penguasaan ekonomi, sosial dan budaya. Disinilah penataan organisasi gerakan diuji, apakah akan mampu menata organisasinya atau tidak karena kalau tidak mampu tentunya akan terjadi kesemrawutan yang menghambat pada tahapan berikutnya.
Tentang kepemimpinan yang tidak boleh dilupakan oleh organisasi massa yang berbasis mahasiswa dan rakyat adalah dominasi kepemimpinan haruslah dari kelas tertindas itu sendiri. Yang terlatih dan teruji dalam disiplin, kolektifitas kerja dan yang meraskan ketertindasan langsung, tentunya sangat berbeda dengan borjuis kecil yang penuh dengan subyektifitas yang selama ini banyak terjangkit penyakit-penyakit gerakan. Hingga menghancurkan gerakan rakyat atau tidak mampu untuk mewujudkan cita-cita perjuangan sejati. Maka selain harus memberikan ruang dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang lahir dari massa, penempatan dan pembagian peran yaitu kolaborasi antara pemimpin yang berasal atau berbasis kelas tertindas dengan intelektual harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjebak pada dominasi yang tidak berpihak pada kelas tertindas.
Ketajaman analisa baik atas suatu kondisi (lokal - nasional - internasional) akan banyak menentukan, mempengaruhi kinerja dan kebijakan organisasi. Hal ini dibutuhkan dalam membaca momentum yang akan terus diciptakan oleh lawan (kelas pe,ilik modal dengan sistem dan kekuasaan) yang dapat kita pakai untuk mulai merajut menuju koalisi atau persatuan antar sektor.
Yang harus diingat, ketika terbentuk organisasi nasional sektoral yang kuat jangan sampai terjebak sektarian. Karena untuk mewujudkan cita-cita perjuangan tidaklah cukup dengan satu sektor saja, tetapi harus di pertemukan atau disatukanya organisasi rakyat (pemuda, buruh, tani, nelayan dan rakyat tertindas lainya) dalam satu koalisi menuju front. Dan menyatukan bukan berarti mengambil pemimpinnya atau memotong saja tetapi harus mau bekerja keras atau mempunyai modal organisasi yang berbasis massa besar dan kuat pula. Padu-nya antar sektor juga harus digarap mulai dari bawah keatas dan atau sebaliknya atau bukan sekedar perkawinan elit, agar benar-benar kokoh dan kuat. Jika ini terwujud berarti pembentukan alat politik (partai) dalam merebut kekuasaan dapat dengan mudah dilampaui.
Jika ini telah terwujud, gerakan massa tidak akan sia-sia. Energinya akan tercurah, dan pengorbanan yang dipersembahkannya kelak akan membuahkan kesejahteraan sejati bagi diri mereka sendiri yang selama ini ditindas, dihisap dan dikorbankan demi kemewahan kaum elit.
Walau begitu carut-marutnya wajah gerakan massa terorganisir di negeri ini, hukum dialektika tidak dapat ditolak atau dihentikan. Di mana ada perpecahan, di situ juga akan lahir persatuan. Satu persatu, berbagai elemen rakyat kini menemukan satu elan baru, nafas baru, semangat baru untuk bersatu. Berbagai aliansi dibangun dengan menjadikan konsolidasi jangka panjang sebagai salah satu tiang pokoknya. Berbagai upaya unifikasi dikerjakan - sekalipun hasilnya beraneka ragam dan belum ada yang dapat dikatakan mencatat keberhasilan yang telak.
Elan baru inilah yang sayang sekali kalau sampai gagal lagi menghasilkan perubahan nasib bagi massa rakyat tertindas di negeri ini. Maka semangat ini harus dijaga. Bukan dengan mengobar-ngobarkannya terus-menerus, malah bisa cepat kehabisan bahan bakar. Namun dengan memberinya arah berjalan yang tepat. Sebuah kobar api yang terus bergerak dan bertambah besar karena ia bergerak sesuai sebuah koridor, sebuah lorong, yang telah dipancangkan sebelumnya.
Pelajaran yang telah kita dapat dari gerakan massa yang dahulu sanggup menumbangkan Soeharto, namun kemudian membusuk dengan sendirinya pasca Sang Jenderal Tersenyum, adalah: kita harus memiliki tujuan yang jelas, kongkrit, membumi, terpikir dengan rinci dan mencakup segala segi kemasyarakatan. Gerakan massa harus memiliki bayangan yang kongkrit, seperti apa masyarakat yang diinginkannya. Seperti cetak biru bagi sebuah gedung megah. Tentu saja di tengah pembangunan gedung itu, cetak biru itu akan mengalami perubahan di sana-sini. Tapi, tanpa cetak biru itu, musahil gedung itu akan berdiri.
Yang mau saya katakan adalah: gerakan massa harus memilih ideologinya. Sebuah gambaran jelas mengenai masa datang, sebuah mimpi yang akan diupayakan dan diperjuangkan melalui darah dan air mata. Darah dan air mata, toh tiap hari kita tumpahkan karena kita ditindas - mengapa tidak kita tumpahkan dalam perjuangan. Tanpa idelogi yang jelas, tanpa tata-berpikir dan tata gerak yang runtut dan rapi terjalin, gerakan massa akan terus terjebak dalam pertikaian-pertikaian remeh yang aneh itu.
Tapi, bukan sembarang ideologi yang dapat kita pilih, melainkan ideologi yang jelas berpihak pada massa rakyat pekerja - ideologi yang akan menempatkan buruh, tani, nelayan dan sektor-sekor miskin perkotaan menjadi para pengambil keputusan tertinggi di negeri ini. Bukan pengusaha, bukan tentara, bukan birokrat, bukan pula ulama, yang seharusnya memegang kekuasaan atas negeri ini. Tapi, demos kratein, kekuasaan massa rakyat, harus berarti rakyat jelatalah yang memegang kekuasaan tertinggi atas segala aspek ekonomi, sosial-politik dan budaya di negerinya sendiri.
Kemudian, perlunya memperkuat organisasi sektoral baik dari tingkat lokal sampai ke nasional. Kekuatan organisasi nasional (serikat buruh, serikat tani, serikat nelayan, yang didukung didalamnya dengan keseimbangan perempuan) sangatlah penting. Karena selain persatuan, agar gerak dan langgam kerja terstruktur dari tingkat kekuasaan terendah sampai kepusat. Artinya harus ada kepemimpinan secara politik yang dapat berhadap-hadapan dengan kekuasaan di tingkat level manapun. Termasuk mempersiapkan dirinya (baca : kader) untuk siap duduk dalam kekuasaan. Organisasi rakyat harus dijadikan ruang untuk belajar politik yaitu dimulai dalam merumuskan cita-cita yang akan di capai, belajar demokrasi dan belajar tentang penguasaan ekonomi, sosial dan budaya. Disinilah penataan organisasi gerakan diuji, apakah akan mampu menata organisasinya atau tidak karena kalau tidak mampu tentunya akan terjadi kesemrawutan yang menghambat pada tahapan berikutnya.
Tentang kepemimpinan yang tidak boleh dilupakan oleh organisasi massa yang berbasis mahasiswa dan rakyat adalah dominasi kepemimpinan haruslah dari kelas tertindas itu sendiri. Yang terlatih dan teruji dalam disiplin, kolektifitas kerja dan yang meraskan ketertindasan langsung, tentunya sangat berbeda dengan borjuis kecil yang penuh dengan subyektifitas yang selama ini banyak terjangkit penyakit-penyakit gerakan. Hingga menghancurkan gerakan rakyat atau tidak mampu untuk mewujudkan cita-cita perjuangan sejati. Maka selain harus memberikan ruang dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang lahir dari massa, penempatan dan pembagian peran yaitu kolaborasi antara pemimpin yang berasal atau berbasis kelas tertindas dengan intelektual harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjebak pada dominasi yang tidak berpihak pada kelas tertindas.
Ketajaman analisa baik atas suatu kondisi (lokal - nasional - internasional) akan banyak menentukan, mempengaruhi kinerja dan kebijakan organisasi. Hal ini dibutuhkan dalam membaca momentum yang akan terus diciptakan oleh lawan (kelas pe,ilik modal dengan sistem dan kekuasaan) yang dapat kita pakai untuk mulai merajut menuju koalisi atau persatuan antar sektor.
Yang harus diingat, ketika terbentuk organisasi nasional sektoral yang kuat jangan sampai terjebak sektarian. Karena untuk mewujudkan cita-cita perjuangan tidaklah cukup dengan satu sektor saja, tetapi harus di pertemukan atau disatukanya organisasi rakyat (pemuda, buruh, tani, nelayan dan rakyat tertindas lainya) dalam satu koalisi menuju front. Dan menyatukan bukan berarti mengambil pemimpinnya atau memotong saja tetapi harus mau bekerja keras atau mempunyai modal organisasi yang berbasis massa besar dan kuat pula. Padu-nya antar sektor juga harus digarap mulai dari bawah keatas dan atau sebaliknya atau bukan sekedar perkawinan elit, agar benar-benar kokoh dan kuat. Jika ini terwujud berarti pembentukan alat politik (partai) dalam merebut kekuasaan dapat dengan mudah dilampaui.
Jika ini telah terwujud, gerakan massa tidak akan sia-sia. Energinya akan tercurah, dan pengorbanan yang dipersembahkannya kelak akan membuahkan kesejahteraan sejati bagi diri mereka sendiri yang selama ini ditindas, dihisap dan dikorbankan demi kemewahan kaum elit.
LEAVE A COMMENT